Minggu, 10 November 2013

Telemarketing Cara ampuh mendapat Pelanggan Baru

Dalam hiruk-pikuk kegiatan sehari-hari, kerapkali seorang manajer yang bertanggung-jawab atas aktivitas pemasaran atau penjualan mengabaikan alat bantu yang tiap had dipakainya untuk berkomunikasi. Alat itu yaitu: telpon. Selama ini telpon lebih dipandang sebagai alat yang mempercepat komunikasi, yang pada gilirannya menunjang aktivitas pemasaran atau penjualan perusahaan. Jadi, nilai perangkat itu hanyalah dalam fungsinya sebagai alat penghubung saja.
Ternyata, alat telpon itu mengandung banyak potensi yang bila digunakan dan dikelola secara kreatif dapat berdampak langsung pada aktivitas usaha perusahaan. Singkatnya, telpon itu bisa menjadi alat pemasaran/penjualan yang ampuh, sejauh ia dikombinasikan dengan operator yang tepat serta mengikuti sistematika kerja yang efektivitasnya telah terbukti. Pendayagunaan telpon macam ini termasuk sebagai teknik telemarketing yang akhir-akhir ini banyak dipakai, termasuk di Indonesia.
Dalam telemarketing ini, telpon menunjukkan fungsinya dalam bentuk :
(a) menghubungi langsung pembeli potensial dan, kalau mungkin, mentuntaskan transaksi,
(b) menjadi semacam ujung tombak “survei” pemasaran, untuk di follow up lebih lanjut oleh tenaga pemasaran di lapangan, dan
(c) menjadi alat “pembuka pintu” pembeli potensial agar bisa dikunjungi oleh tenaga pemasaran.
Ada beberapa sifat telpon yang membuatnya efektif sebagai alat pemasaran, di antaranya:
1. Dua Arah, Langsung. Telpon merupakan alat komunikasi yang unik yang memungkinkan seseorang memberikan informasi sekaligus menerima tanggapan secara langsung. Sampai saat ini, belum ada alat lain (yang dipergunakan secara meluas) yang mampu menyuguhkan ciri ini.
2. Seperti Bertemu 4 Mata. Pembicaraan telpon hampir sama dengan pertemuan empat mata; bedanya hanya pada tidak hadirnya wajah di hadapan kita. Namun tetap terdapat semua unsur lain yang ada dalam pembicaraan tatap muka. Ada tukar sapa, ada upaya saling memperkenalkan diri (pertukaran identitas), dan ada pembicaraan bolak-balik mengenai hal-hal lain yang lebih luas. Yang penting, telpon ini memungkinkan pihak yang hendak menjual sesuatu melakukan persuasi verbal secara efektif.
3. Jawaban Langsung. Upaya membujuk calon pembeli akan mendapat jawaban langsung: ya, tidak, mungkin, atau “… coba hubiyigi kami lagi, deh.”Berdasarkan jawaban itu Anda, sebagai pihak yang hendak menjual, dapat menyusun langkah lebih lanjut: kirim barang untuk menutup (mentuntaskan) penjualan, coret dari daftar pembeli potensial, kirim informasi tambahan, brosur, dan sebagainya, kalau perlu, serta menghubungi calon pembeli sesuai waktu yang dimintanya. Yang penting, keputusan untuk bertindak lebih lanjut bisa ditentukan langsung, berdasarkan pembicaraan via alat telpon tadi.
 Fleksibel dan Murah. Kampanye pemasaran/penjualan dengan mengandalkan pada alat telpon cukup fleksibel karena penyusunan program kerja telemarketing relatif tidak rumit atau membutuhkan waktu yang lama. Dana yang di-butuhkan untuk memulai program telemarketing juga tidak sebesar jumlah yang diperlukan bila, misalnya, melakukan kampanye pengiklanan besar-besaran. Lagipula, karena hasil program telemarketing segera bisa diketahui cocok -tidaknya dengan segmen pasar tertentu, maka koreksi-koreksi dapat segera dilakukan. Tentunya ini berarti peluang untuk menekan pengeluaran-pengeluaran yang tidak efektif/produktif semakin banyak.
Responsif dan Terukur
Selain ciri-ciri dasar tersebut di atas, ada sejumlah ciri lain yang menunjang peranan perangkat telpon sebagai alat pemasaran utama.
Pertama, penggunaan program telemarketing ini memungkinkan penyelenggara program (yakni perusahaan Anda yang hendak meningkatkan penjualan produk/jasa) untuk memperoleh umpan balik yang cepat mengenai tingkat efektivitas program itu sendiri. Bisa segera diketahui apakah produk/jasa yang ditawarkan, cara penawaran, serta sasaran pembeli, merupakan suatu paduan yang cocok.
Melalui penelponan beberapa kali saja bisa diketahui apabila ada hal-hal yang perlu segera diperbaiki, misalnya: sasaran pasar (pembeli potensial) yang kurang tepat untuk produk/jasa yang ditawarkan, teknik tenaga telemarketing yang kurang cocok atau efektif (menghubungi ke rumah, misalnya, bukan ke kantor), atau malah pesan yang disampaikan oleh segenap tenaga telemarketing yang justru kurang baik. Apa pun, tindakan-tindakan penyesuaian segera bisa diterapkan; tanpa memakan biaya yang besar dan sebelum terlalu ba¬nyak dana operasi mengalir keluar.
Kedua, program telemarketing terukur. Efisiensi dan efektivitas penggunaan telpon bisa langsung terukur angka. Dapat langsung dihitung jumlah calls yang dibuat tiap tenaga telemarketing, berapa yang menghasilkan respons positif dari penerima (calon pembeli), dan berapa pula yang lantas berlanjut menjadi pesanan pasti. Hal ini mungkin tak diperoleh bila menggunakan pola pemasaran langsung melalui pos atau kampanye via sarana komunikasi elektronik macam radio atau tv.
Ketiga, program telemarketing dapat secara tepat memberikan gambaran mengenai pengeluaran yang dilakukan untuk operasi serta hasil apa yang sudah diperoleh. Analisa cost-benefit, dengan demikian, dapat diperoleh secara akurat sehingga dapat menjadi dasar argumentasi mengenai perlu-tidaknya program telemarketing ini berlangsung terus.
Keempat, program telemarketing dapat men-jamah pasar (penetrate the market) secara tajam. Hanya kalangan yang benar-benar dinilai poten¬sial sebagai pembeli yang dihubungi. Tinggal kelihaian pihak perusahaan dalam menentukan segmen pasar mana yang hendak dijamah dan, berdasar itu, menyusun daftar orang-orang yang harus dihubungi telemarketer (petugas telemarketing).
Tergantung Kondisi
Tentunya teknik pemasaran yang kini terkenal dengan nama telemarketing tidak selalu menjamin keberhasilan. Ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum buah hasil bisa dinikmati.
Yang paling penting, produk atau jasa yang hendak ditawarkan ke calon pembeli memang merupakan hal yang pantas dipasarkan berdasarkan teknik telemarketing. Penjualan barang-barang konsumsi masal jelas tidak pantas. Tetapi penawaran untuk menjadi anggota klub-klub eksklusif, seperti yang pernah ditawarkan sejumlah hotel berbintang lima di Jakarta, termasuk cocok dari segi jenis produk/jasa yang ditawarkan maupun harganya.
Hal lain yang vital adalah tersedianya sarana telpon yang memadai. Memadai dalam arti jumlah line yang tersedia cukup, sesuai dengan besar-kecilnya kampanye telemarketing. Memadai juga dalam arti relatif bebas gangguan teknis. Bukan apa-apa, di Jakarta sudah muncul semacam citra bahwa hubungan per telpon relatif brengsek. Jelas ini tidak menguntungkan aktivitas Telemarketing.
Dari segi operasi juga dibutuhkan dua unsur penting. Pertama, tersedianya telemarketers yang trampil dan berpengalaman. Mereka ini di-tuntut memiliki kemampuan berbicara yang baik, bisa menjelaskan permasalahan secara jernih, dan ini penting sekali mampu mempersuasi calon pembeli untuk, paling tidak, mengetahui lebih lanjut mengenai apa yang ditawarkan.
Unsur yang tak kalab penting adalah sis-tern kerja yang berlaku. Selain harus tersedia “skenario”  penawaran yang terbukti efektif, juga harus ada working arrangement yang menarik bagi telemarketers ditinjau dari sudut insentif maupun kepuasan kerja. Juga harus terhindar adanya tumpang tindih (atau bahkan konflik) kepentingan antara telemarketers dengan petugas-petugas lapangan (salesman, account executives, representatives, dan sejenisnya) yang fungsi pokoknya menuntaskan penjualan yang pernah dirintis tenaga telemarketing. Jangan sampai keberhasilan satu pihak justru dihambat pihak lain lantaran sistem pembagian bonus atau insentif kurang adil atau tidak proporsional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar