Jalan hidup yang harus dilalui Corporate Affairs & Communications
Manager PT JTI Indonesia, Christina Setyowati, cukup berwarna. Namun
dia menyukai perjalanan sebuah proses sebelum akhirnya memetik buah
manis dari perjuangannya. Lewat keahlian komunikasi korporate-nya,
Christina menjadikan PT JTI menjadi salah satu perusahaan yang cukup
disegani di dunia dan Indonesia
Ini
tidak hanya dilakukan ketika menimba ilmu seorang diri di negeri orang,
memulai kehidupan rumah tangga bersama belahan jiwanya, juga dalam
karier, seperti yang saat ini dijalaninya saat ini.
Jika
kita memulai dan membina segala sesuatu dari nol, akan membuat kita
lebih kuat dan menghargai arti sebuah perjuangan, bahwa yang kita
peroleh saat ini tidak diraih dengan mudah, kata Christina di Jakarta,
baru-baru ini, dikutip dari Investor Daily.
Wanita cantik
kelahiran Jakarta, 26 Desember 1973 ini menyakini bahwa hidup adalah
karunia Tuhan dan harus disyukuri dan dijalani dengan sebaik mungkin,
meskipun kadang terbilang nekat. Dia mengaku, kadang-kadang apa yang
dialaminya di luar perkiraannya.
Christina memberi contoh saat
mengutarakan niatnya untuk bersekolah di Australia. Mengingat dia adalah
bungsu dari dua bersaudara, keinginannya tentu saja tidak begitu saja
dipenuhi sang bunda, mengingat kakaknya yang notabene laki-laki pun
menuntut ilmu di Tanah Air.
Terus terang keinginan saya untuk
kuliah di Australia sangat kuat, karena saya ingin seperti bapak yang
kuliah di sana. Akhirnya, saya meyakinkan bahwa saya bisa mandiri di
sana walaupun seorang diri, kata alumni Australia Queensland University
of Technology-International Business ini.
Tahun pertama dia
tinggal bersama sebuah keluarga di Australia, selanjutnya, Christina
hidup mandiri. Saya juga bekerja paruh waktu di sebuah restoran dan
semua berjalan aman-aman saja. Lulus kuliah, kembali ke Indonesia dan
bekerja, ujarnya bangga.
Lama tinggal di Indonesia, Christina
tetap memilih pria Indonesia sebagai pasangan hidup. Kata orang, kuliah
di luar negeri, bisa dapat suami bule. Tapi, jodoh saya ternyata orang
Batak, katanya riang.
Christina mengaku petualangan hidupnya lebih
berwarna setelah menikah. Dia pun turut sang suami yang bekerja di
perusahaan migas untuk tinggal di Balikpapan. Ada satu pengalaman yang
tak dilupakannya, yakni saat terjadi kemarau dan kesulitan air. Saya dan
suami ambil air di satu tempat menggunakan mobil. Suami menyetir, saya
di belakang pegang drum air supaya tidak tumpah, katanya.
Bidang
pekerjaan sang suami itu juga yang mengharuskannya kerap berpindah tidak
hanya dari satu kota ke kota lain, bahkan juga pindah antarnegara.
Namun, dia mengaku tidak merasa kesulitan dalam beradaptasi. Banyak
tempat membuat kita banyak pengalaman, ujarnya.
Saat sang suami
ditugaskan di Belanda, Christina mengambil kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke sarjana strata dua (S-2) di The Haque University,
International Communications Management. Saat itu bukan hal yang mudah,
karena di Belanda, dia membawa buah hatinya yang terbilang masih kecil.
Namun, semua itu bisa dilaluinya. Kebetulan tetangga di Belanda juga
baik. Mereka malah tertarik belajar banyak hal tentang Indonesia , kata
ibu dua anak ini.
Karier dan Keluarga
Christina
mengaku apa yang diraihnya saat ini tak lepas dari peran sang suami
yang selalu memberi dukungan penuh. Bidang yang saya tekuni dengan suami
jauh berbeda. Tapi, kami selalu saling mendukung satu sama lain. Selama
saya bahagia dan bisa membagi waktu untuk keluarga, dia pasti dukung,
katanya.
Dukungan yang sama juga diberikan sang suami saat
Christina memutuskan untuk bekerja di perusahaan tembakau. Padahal,
sebelumnya dia bekerja di sebuah perusahaan internasional bidang
kosmetika dan kecantikan.
Bagi sebagian orang mungkin bekerja di
perusahaan tembakau jadi pro dan kontra. Tapi, di mana pun kan memang
selalu ada pro dan kontra. Buat saya ini pilihan hidup. Selama saya
yakin apa yang saya jalani baik, kenapa tidak, terlebih JTI punya
prinsip dasar dalam memahami kebutuhan perokok dan non-perokok,
transparan, dan menghargai kearifan lokal dan budaya paparnya.
Meski
JTI (Japan Tobacco International) terbilang perusahaan raksasa di
tingkat dunia, untuk Indonesia perusahaan yang berkantor pusat di
Jenewa, Swiss, ini terbilang baru. Saya bersama tim harus memulai dari
nol, bagaimana membangun image yang baik di Indonesia dengan membawa
nama besar yang sudah mendunia, paparnya.
Kesibukan yang padat
bukan berarti membuat Christina kehilangan waktu untuk bersama sang
suami dan anak-anaknya. Saya dan suami seminggu 3-4 kali jalan pagi
keliling kompleks sebelum berangkat ke kantor. Selain tubuh jadi sehat,
kami juga bisa berbicara banyak hal, katanya.
Saat libur pun dia
habiskan waktu untuk kedua jagoan ciliknya yang mulai beranjak dewasa.
Saya ingin karier berjalan baik, perusahaan bertumbuh. Di kehidupan
keluarga, saya ingin melihat kedua anak lelaki saya tumbuh menjadi anak
berbakti. Itu tugas dan tanggung jawab saya yang besar sebagai ibu,
tutur Christina. (bn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar