Selasa, 26 November 2013

BISNIS ISLAMI : Menyikapi Persaingan Bisnis Sesuai Syariah


 
Sekalipun mendatangkan banyak perdebatan, gagasan perdagangan bebas dan persaingan bebas terus bergulir sebagai akibat bangkitnya kegairahan organisasi-organisasi bisnis dan perdagangan dunia. Faktanya, persaingan telah berkembang mengarah pada praktik-praktik persaingan liar yang meng­halalkan segala cara (machiavelistik).

Islam sebagai sebuah aturan hidup yang khas, telah memberikan aturan-­aturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat. Minimal ada tiga unsur yang perlu dicermati dalam membahas persaingan bisnis menurut Islam yaitu: (1) pihak-­pihak yang bersaing, (2) cara persaingan, dan (3) produk atau jasa yang dipersaingkan, yaitu:

1. Pihak-Pihak yang Bersaing

Manusia merupakan pusat pengendali persaingan bisnis. Ia akan men­jalankan bisnisnya terkait dengan pandangannya, tentang bisnis yang digeluti­nya. Hal terpenting yang berkaitan dengan faktor manusia adalah segi motivasi dan landasan ketika ia menjalankan praktik bisnisnya, termasuk persaingan yang terjadi di dalamnya.

Bagi seorang muslim, bisnis yang dia lakukan adalah dalam rangka mem­peroleh dan mengembangkan kepemilikan harta. Harta yang dia peroleh ter­sebut adalah rezeki yang merupakan karunia yang telah ditetapkan Allah. Rezeki tidak akan lari ke mana-mana. Bila bukan rezekinya, sekuat apa pun orang mengusahakan, ia tidak akan mendapatkannya.

Begitu pun sebaliknya. Seorang manusia tidak akan menemui ajalnya kecuali ia telah dicukupkan atas rezekinya. Tugas kita adalah melakukan usaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang sebaik-baiknya. Salah satunya dengan jalan berbisnis. kita tidak takut sedikit pun akan kekurangan rezeki atau kehilangan rezeki hanya karena anggapan rezeki itu “diambil” pesaing.

“Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. “ (al-Mulk: 15)

Keyakinan bahwa rezeki semata-mata datang dari Allah SWT akan menjadi kekuatan ruhiyah bagi seorang pebisnis muslim. Keyakinan ini menjadi lan­dasan sikap tawakal yang kokoh dalam berbisnis. Selama berbisnis, seorang muslim senantiasa sandarkan segala sesuatunya kepada Allah. Manakala bisnisnya memenangkan persaingan, bersyukur.
Sebaliknya, ketika terpuruk dalam bersaing dan ber­sabar. Intinya, segala keadaan dihadapi dengan sikap positif tanpa mening­galkan hal-hal prinsip yang telah Allah perintahkan kepadanya. Insya Allah perasaan stress atau tertekan semestinya tidak menimpa pebisnis muslim.

Karenanya, seorang muslim akan memandang berbisnis sebagai pelak­sanaan perintah Allah untuk bertebaran di muka bumi dalam mencari karunia­hya. Karena itu, tidak terpikir olehnya untuk menghalalkan segala cara untuk sekadar “memenangkan” persaingan. Baginya, yang disebut persaingan adalah berebut menjadi terbaik. Terbaik di hadapan Allah yang dicapai dengan cara sesuatu rencana untuk tetap setia menaati setiap aturan-Nya dalam berbisnis, sedangkan terbaik di hadapan manusia dengan menjalankan bisnis dengan produk yang bermutu, harga bersaing, dan dengan pelayanan total.

“Dan, Kami jadikan malam im sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. “ (An-Naba’: 10-11)

Dalam hal kerja, Islam memerintahkan setiap muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi, sebagaimana telah memerintahkan umatnya untuk berlomba­-lomba dalam kebaikan. Dengan landasan ini, persaingan tidak lagi diartikan sebagai usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari usaha bisnisnya.



Sumber artikel: bisnisislami.wordpress.com dan redaksi
Sumber gambar: susieofarabia.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar